Aduhai jiwa yang berpaut kepada dunia, terengah-engah engaku tindas-menindas, bak anjing berebutan seketul tulang yang telanjang! Aduhai jiwa yang menagih nikmat dunia, terbata-bata engkau mengucup nikmatnya, sedangkan dunia itu seumpama titis air yang tersisa daripada satu celupan di hujung jemari!

Demikianlah novel Hijrah Diri, yang bercerita tentang Sufi yang dibutakan oleh ketaksuban akan dunia, yang buta hati akan tuntutan Allah. Jiwa berontaknya dipupuk dibelai, sampai menjadilah dia manusia degil kosong jiwa. Kebestariannya hanya tertumpah pada kerjaya, sedang rohaninya dalam zulmat. 

Namun, hidup manusia Sufi itu tidak sendiri. Yang menginginkan dia tegak di jalan-Nya, senantiasa ambil peduli, menyiramnya dengan ungkap nasihat bertali arus beserta setimbun doa dan contoh teladan harum mewangi. Akan tetapi, yang berkuasa menghijrahkan manusia, Allah. Akan hijrahkan Allahkah manusia Sufi itu?